PROBLEMATIKA MAKNA JIHAD DALAM KERANGKA PENDIDIKAN DAN AJARAN ISLAM
Oleh : Yumni Al - Hilal
Penulis adalah dosen
fakultas Tarbiyah STIT Islamic Village Tangerang, Aktifis “HIMMI” Himpunan
Mubaligh Muslim Indonesia
ABSTRAK
Adalah Suatu hal yang telah diketahui dan disepakati bersama bahwa
agama Islam adalah merupakan agama motivasi, dimana setiap muslim diwajibkan
untuk menuntut ilmu. Kata Tarbiyah yang berarti pendidikan mengajak kita kepada
usaha yang keras dan sungguh-sungguh dalam rangka perbaikan mengubah situasi
yang lebih baik dan sempurna baik terhadap pribadi maupun masyarakat.
Tulisan ini dengan bahan-bahan yang terbatas akan menyoroti secara
khusus, beberapa persoalan tentang makna jihad dan problematika dalam kerangka
pendidikan Islam. Urgensi pembahasan ini lebih terasa lagi setelah disadari
bangkitnya kesadaran beragama kaum muslimin dimana-mana. Yang mana kemudian
mendorong mereka melaksanakan perintah agama dengan sebaik-baiknya termasuk
didalamnya masalah pelaksanaan jihad dan pendidikan Islam yang menjadi pokok
bahasan makalah ini.
1.
Makna Jihad dan Macam-Macamnya
Jihad terambil dari kata al juhdu artinya kekuatan dan kemampuan.
Ada yang berpendapat kata al juhdu bisa dibaca al jahdu yang berarti kesulitan
dan kesukaran
Jadi al juhdu atau aljahdu Berarti pengerahan kekuatandan kemampuan
untuk sesuatu yang lain dengan segala kesulitan dan kesukarannya.[1]
Kata jihad merupakan masdar dari jahada seperti dalam kalimat, “Jahada
fulanul aduwwuhu yang artinya, Fulan
melawan musuhnya dengan mengerahkan usaha, atau masing-masing mengeluarkan
usaha dan kekuatan untuk menolak lawan-lawannya.[2]
Dari arti-arti yang ditunjukan seperti tersebuat di atas, jihad
berarti aksi diantara dua belah pihak, dengan mengerahkan usaha. Usaha yang
keras, dan sungguh-sungguh untuk memperoleh kemenangan. Pengertian etimologi
yang tersebut di atas mencakup pula didalamnya makna al-Qital (perang
bersenjata) puncak pengerahan tenaga. Mengajak (dengan lisan) dalam
mengemukakan bantahan dengan kata-kata dan argumentasi terhadap orang-orang
kafir dan para penantangnya.[3]
Dari pengertian etimologi yang menjadi dasar pijakan seperti yang
telah diuraikan diatas, membawa pengertian tentang jihad yang berarti ialah
usaha keras dalam mengerahkan seluruh kemampuan dan kekuatan baik dalam perang,
berbicara dengan lisan atau bentuk usaha apapun yang dilakukan dalam rangka
menggerakan dan memuliakan kalimah Allaah dan agama-Nya.
Dari kajian sepihak tentang makna jihad baik dari segi bahasa
(etimologi) maupun terminologinya, membawa kita kepada pemahaman dan semakin
menyadari akan adanya hukum alam atau sunatullah tentang permusuhan dan
dominasi sebagian manusia terhadap sebagian yang lain, karena adanya perbedaan
diantara mereka, dan segala hal yang diakibatkan oleh perbedaan, apakah itu
berupa permusuhan maupun peperangan yang berlangsung antara kebaikan dan
keburukan, hak dan batil, Islam dan kufur, sunah dan bid’ah, jalan lurus dan
menyimpang dan bentuk-bentuk pertentangan lainnya diantara manusia, diakibatkan
diantara mereka.
Pertentangan tersebut akan terus berlangsung dan berkecamuk
dibelahan dunia ini sebagai ketetapan sunnah Allaah dan sebagai orang-orang
yang memperjuangkan dan menyerahkan kepada kebaikan, kebenaran, jalan-jalan
yang lurus, sunnah Nabi, dan nilai-nilai keislaman lainnya, akan selalu menemui
dan menerima kesukaran, kesulitan, dan cobaan-cobaan lainnya yang tak pernah
berhenti, demikian pula orang-orang yang sabar memegang teguh agamanya, dan
terhadap orang yang tetap meniti kepada jalan yang lurus.
Capaian pengertian inilah yang dimaksud dalam kajian ini yakni
cakupan maknanya (baca jihad) yang luas dan komprehensif seperti yang dimaksud
oleh al-Qur’an dan sunnah.
2.
Beberapa Macam Jihad
Jihad dapat dibagi menurut alat yang dipergunakan seperti yang
telah dianjurkan dan diperintahkan oleh Nabi SAW dari hadits yang dibawa Anas
ra:
جَآ
هِدُ وَ الْمُشْرِكِيْنَ بِأَمْوَالِكُمْ وُ أَ نْفُسِكُمْ وَالْسِنَتِكُمْ
“Perangilah orang-orang mustrik dengan harta, diri dan lidahmu”[4]
Menurut hukum jihad terbagi jihad wajib dan jihad sunnah. Sedang
menurut objek dan sasarannya jihad dapat dibagi menjadi jihad melawan nafsu,
jihad melawan syaiton, jihad melawan orang-orang kafir, musyrik, munafik dan
jihad melawan orang-orang fasik dan zalim.[5]
Dari semua pembagian dan macam jihad seperti yang disebutkan
diatas, menurut pertimbangan dan kriterianya masing-masing dan memperhatikan
definisi dan pengertian makna jihad yang telah dijelaskan di muka, maka jihad
itu bisa dibagi menjadi tiga macam bentuk, seperti dirumuskan oleh Syekh Abdur
Rahman Abdul Khaliq[6]:
1.
Bentuk
informasi (pers) yang semata-mata memberi informasi di dalam al-Qur’an
seringkali menggunakan ungkapan tabsyir dan nadzarah (memberi kabar gembira dan
peringatan). Demikian pula dalam memberi bantahan dan adu argumentasi yang
bertujuan mematahkan gambaran-gambaran keliru dan kebohongan-kebohongan yang
dilancarkan pihak musuh. Kesemuanya itu dapat digolongkan dakwa Qauliyah.
2.
Berbentuk
pendidikan dan bimbingan yang merupakan bagian terbesar dari jihad, termasuk di
dalamnya berbagai macam metode dakwah yang mencakup perkataan dan lainnya.
3.
Memerangi
kaum kufur, inilah bentuk puncaknya jihad dijalan Allaah, dan berperang itu memiliki
aturan-aturan dan hukumnya sendiri yang mana hal ini sering diabaikan.
Bilamana kita mencermati pembagian dan klasifikasi jihad yang
ditetapkan oelh Syekh Abdur Rahman Abdul Khalik di atas, dari masing-masing
ketiga macam bentuk di atas, kita dapati fenomena bentuk-bentuk jihad tersebut
dan kaitannya dengan gerakan pendidikan telah berlangsung sejak lama di negeri
kita dengan segala dinamika dan pasang surutnya yang mewarnai kegiatan
pendidikan Islam dan pembaharuan didalamnya. Komponen-komponen masyarakat
muslimin menjalankan fungsinya masing-masing sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya.
Hampir semua organisasi masyarakat Islam yang ada di tanah air
telah memiliki dan menerbitkan media masanya masing-masing, yang kesemuanya
media massa itu mempunyai misi orientasi yang sama yakni gerakan pendidikan
dalam bentuknya yang pertama yaitu bentuk informasi, terutama ditujukan kepada
komunitas mereka dan warganya yang dibawa dan masing-masing organisasi
masyarakat Islam harus diakui memiliki perbedaan-perbedaan dan ciri khasnya
masing-masing, seperti organisasi NU, Muhammadiyah, Persis dan lain-lainnya.
Yang masing-masing merupakan organisasi masyarakat keagamaan yang cukup besar
dan berpengaruh di Indonesia.
Demikian pula, dalam dunia pendidikan agama dan dimbingan-bimbingan
dakwah, bila kita amati, sebagian besar dari jihaddalam bentuknya yang kedua,
yakni bentuk pendidikan dan bimbingan, peran dan fungsi tersebut banyak
dilakukan dan dijalankan oleh dua organisasi Islam terbesar di Indonesia yakni
NU & Muhammaddiyah yang relative berjalan dengan kekurangan-kekurangan dan
kelebihan-kelebihan diantara keduanya, tetapi yang jelas dan harus diakui
sumbangan dan kontribusi mereka dalam memajukan dan mengembangkan bidang
pendidikan di tanah air adalah sangat besar dan berarti.
Berkaitan dengan jihad dalam bentuknya yang ketiga yakni memerangi
kaum kufur, dan inilah bentuk puncaknya jihad di jalan Allaah, kata “Jihad
fi sabilillah” sangat sering dipakai, karena akan dengan mudah
membangkitkan emosi keagamaan seseorang, apalagi dihadapkan dengan sentiment
agama lain.
Seruan atau term-term “Jihad fi sabilillah” juga sering
menimbulkan persoalan, karena seringkali disalahgunakan dan dimanipulasi oleh
para tokoh politik dan tokoh muslim untuk kepentingannya sendiri atau
tujuan-tujuan politik terntentu yang melatar belakangi dan menutupi kepentingan
politik pribadi maupun kelompoknya dengan mengusung seruan “Jihad fi
sabilillah” mengatasnamakan agama demi mencapai tujuan dan keuntungan
politik dan upaya-upaya itu seringkali berhasil, dan sering dilakukan oleh para
politisi muslim dan pemimpin politik diberbagai penjuru dunia Islam.
Berperang dalam ajaran Islam tentu memiliki aturan-aturan dan
hukumnya sendiri, yang mana hal itu sering diabaikan, karena memang sedikit
orang yang mengetahui dan menyadari cakupan maknanya yang luas dan komprehensif
seperti dimaksud oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
Fenomena atau realitas yang baru disebut di atas akan kurangnya
pemahaman makna jihad, terutama makna “jihad fi sabilillah” pada masyarakat
muslim awam, karena persoalan seringkali dengan mudahnya mengidentifikasi makna
“jihad fi sabilillah” dengan berperang. Disinilah timbul persoalan dan
perselisihan pendapat tentang makna jihad. Sebagian mereka berpendapat bahwa
Jihad Fi Sabilillah hanya satu makna saja yakni berperang. Penda[at ini
biasanya diwakili oleh kalangan kaum muslimin radikal, yang oleh bangsa barat
biasa disebut golongan muslim fundamentalis. Dan sebagian lagi merekA yang
lebih moderat memaknai Jihad fi Sabilillah bukan hanya dengan berperang
semata-mata tetapi terkandung dimensi-dimensi lain, tergantung kepada situasi
dan kondisi yang menyertainya. Maka sebetulnya banyak sekali kesempatan atau
kegiatan yang dilakukan bisa dikategorikan jihad bila dikaitkan dengan kerangka
pendidikan islam.
Dari perselisihan pendapat dan pandangan tentang makna jihad dan
sedikitnya masyarakat muslim kebanyakan yang mengetahui dan menyadarai maknanya
seperti yang telah diuraikan, tentu menimbulkan problematika atau makna jihad
itu sendiri terutama bila dikaitkan dalam kerangka dakwah dan pendidikan Islam,
karena seringkali terjadi akhir-akhir ini kelompok-kelompok Islam tertentu
mengklaim diri mereka sebagai gerakan dakwah dan dengan berlindung atas nama
jihad dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar, mereka melakukan anarkisme
pelanggaran hukum dan melakukan perusakan-perusakan atas hak milik orang lain
dan menimbulkan perusakan-perusakan dan ancaman-ancaman bagi masyarakat, dan
jelas hal itu menimbulkan akibat dampak negative bagi citra Islam dan kemuliaan
ajarannya. Mereka menampilkan Islam dengan wajah yang keras, kasar dan brutal
sehingga menimnulkan rasa was-was, kegelisahan dan rasa tak tentram pada
masyarakat lain, karena kegiatan dan aktifitas yang dilakukan mereka menamakan
sebagai gerakan dakwah dan tentu sudah jelas bagi kita bahwasanya apa yang
mereka lakukan telah bertolak belakang dari tujuan yang seharusnya, yakni
menimbulkan ketertarikan, kesan yang baik, lemah lembut, dan penuh kedamaian
sesuai dengan tujuan agama ini diturunkan yaitu sebagai rahmatan lil’alamin
yaitu rahmat bagi alam semesta.\
4.
Kontrofensi Makna Jihad dalam Kerangka Pendidikan dan Ajaran Islam
Dampak yang ditimbulkan oleh adanya dan masih berlangsungnya
pemahaman yang salah atas penafsiran makna jihad, dan kecenderungan mereka
memonopoli bahwasanya hanya penafsiran merekalah yang benar, sehingga mereka
berhak melakukan kekerasan dan pemaksaan kehendak atas nama jihad atau seruan
amar ma’ruf nahi munkar. Keyakinan semacam ini diantara dampaknya adalah
menafsirkan jalan terpaksa (darurat) dalam hukum syara’ dan memandang sama
antara yang tidak tahu dalam hal pembebanana (taklif) hukum syara’ dan antara
orang-orang yang berusaha menta’wil dan yang membangkang, juga mereka secara
tidak sadar telah menafsirkan mashalih syar’iyah (kemasalahatan-kemaslahatan
hukum syara’) dan perlakuan syariat Islam tanpa hikmah dan tanpa menggunakan
akal sehingga gerakan-gerakan mereka berubah menjadi fitnah dalam agama.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di muka, akan pengertian
jihad secara bahasa memang tercakup di dalam makna al-Qital (perang bersenjata)
tetapi bukan hanya itu maknanya, karena masuk pula di dalamnya berdakwah dengan
lisan dan melakukan bantahan terhadap orang-orang kafir dengan kemampuan yang
dimiliki masing-masing dan tuntutan zamannya. Firman Allaah:
وَ
لَوْ شِئْنَالَبَشْنَافىِ كُلِّ قَرْيَةٍ نَذِيْرًا فَلاَ تُطِعِ الْكَافِرِيْنَ
وَجَا هِدْ هُمْ بِهِ جِهَادًاكَبِيْرًا
Artinya:
“Dan andaikata kami menghendaki, benar-benar kami utus pada
tiap-tiap negeri orang yang memberi peringatan (Rasul). Maka janganlah kamu
mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengannya
(al-Qur’an) dengan jihad yang besar” (Q.S Al-Furqan:
51-52)
Dhamir (kata ganti) yang terdapat pada (bihi) dikembalikan kepada
kita Allaah SWT.
Berdasarkan pada ayat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
berdakwah dengan kata-kata walaupun nanti bisa bermacam-macam, apakah ia
ceramah, diskusi, atau seminar, maupun forum-forum ilmiah keagaman lainnya asal
sudah mencakup tiga unsur dakwah yakni da’I mad’u, dan dakwah maka sudah
termasuk sebagian dari jihad fi sabilillah (jihad di jalan Allaah).
Hal ini tentu saja tidak dikhusukan terhadap orang-orang kafir
saja, menasihati seseorangpun (muslim) termasuk juga jihad[7],
seperti yang disebutkan oleh Rasulullah SAW di dalam haditsnya:
أَفْضَلُ
اْلجِهَادِ كَلِمَةً حَقٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Artinya:
“Jihad yang paling utama adalah perkataan yang benar dihadapan
penguasa yang zalim”
Tidak diragukan bahwa yang dimaksudkan oleh hadits di atas adalah
seseorang yang zalim, maka menyampaikan dakwah dan menasehatinya adalah
merupakan salah satu jihad yang paling utama (afdal) disisi Allaah.
Selama ini, pendidikan dan pesan ajaran Islam datang membawa rahmat
untuk menekankan seluruh alam dan tentunya lebih-lebih lagi untuk pemeluknya,
tetapi sangat disayangkan kerahmatan tersebut tidak dirasakan menyentuh
segi-segi kehidupan nyata kaum muslimin, hal ini disebabkan antara lain karena
yang menyentuh mereka dari ajaran agama selama ini, lebih banyak hanya pada
segi ibadah ritual, sedangkan segi-segi lainnya untuk mengatasi kebutuhan dan
kepentingan anggotanya, lainnya untuk mengatasi kebutuhan dan kepentingan
anggotanya, khususnya dalam bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat
masih kurang mendapat perhatian. Oleh sebab itu jihad dalam kerangka gerakan
pendidikan Islam harus ditingkatkan dan mengambil peranan yang lebih besar.
SIMPULAN
Disini dikemukakan beberapa butir masalah berkaitan dengan
kelompok-kelompok dan sebab-sebab perbedaan pandangan diantara kaum muslimin
dalam kehidupan keagamaan khususnya dalam penafsiran makna jihad.
(1)
Tidak
dapat disangkal bahwa perbedaan pendapat dalam segala aspek kehidupan manusia
merupakan satu fenomena yang telah lahir bersamaan dengan lahirnya masyarakat
dan hanya berakhir dengan berakhirnya kehidupan masyarakat. Umat Islam tidak
terkecuali akan terkena fenomena tersebut sejak zaman Nabi SAW, walaupun
tentunya perbedaan-perbedaan ini tidak meruncing karena kehadiran Nabi SAW
ditengah-tengah mereka[8].
Dalam perkembangan lebih lanjut, perbedaan-perbedaan tersebut melahirkan
aliran-aliran dalam Islam bahkan kemudian menjadikan umat Islam tersebut terbagi
menjadi berkelompok-kelompok.
(2)
Salah
satu penyebab timbulnya perbedaan tersebut adalah dikarenakan redaksi ayat-ayat
al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW tidak seorangpun dapat memastikan maksud sebenarnya
dari suatu redaksi dari ucapan, kecuali pemiliknya sendiri sehingga pengertian
yang dipahami oleh pembela atau pendengar dapat saja bersifat relative. Tetapi
walaupun demikian, hal itu tidak berarti tidak ada tolak ukur untuk memiliki
suatu pendapat, atau kedekatannya kepada kebenaran.[9]
(3)
Salah
satu dari kelima pokok ajaran adalah pemeliharaan terhadap agama itu sendiri,
yang antara lain menuntut peningkatan pemahaman umat terhadap ajaran agamanya,
serta usaha membentengi mereka dari segala bentuk dari kemurniannya. Benar
bahwa manusia diberi kebebasan untuk “memilah” agama itu, sehingga menganut apa
yang dianggap sesuai dan menolak yang dianggap tidak sesuai. Disini perlu
digaris bawahi, bahwa ada sekian banyak masalah-masalah keagamaan yang kait berkait
dengan berbagai disiplin ilmu. Sehingga, ketika memberikan keputusan agama,
para ahli dalam berbagai disiplin dan bidang terkait seharusnya berperan serta
bersama agamawan dalam memecahkannya.[10]
Butir-butir di atas mengantarkan kita untuk berkesimpulan bahwa
kelompok-kelompok seperti digambarkan di atas tidak serta merta dijatuhi
hukuman vonis “sesat atau menyesatkan” sebagaimana yang kadang terjadi dewasa
ini. Kita tidak berhak memutarbalikan fakta, tetapi harus menghadapi mereka
dengan argumentasi-argumentasi ilmiah yang kokoh serta dengan dada yang lapang.
Dari uraian diatas, kiranya disimpulakn bahwa jihad dalam bidan
pendidikan adalah dua kegiatan atau bisa jadi satu paket yang tidak bisa
dipisahkan, maka harus didukung oleh uraian-uraian ilmiah dan logis serta
menyentuh hati dan menyejukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul Khaliq, Abdurrahman, Syaikh, Methode
dan Strategi Dakwah Islam, Penerjemah, Marsumi Sasaky & Mustahab Hasbullah,
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1996, cet. 1
2. Al-Audah, Salman bin Fahd, Jihad Sarana
Menghilangkan Ghubah Islam Penerjemah, Kathur Suhardi, 1996, cet. 1
3. Shibah, M. Quraish, Dr. M. A. Membumikan
Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1995, cet-IX
[1]
Ibid, oleh pengarang kitab “min wasa’il dafil ghurbah, keterangan kata berasal
dari kata berdasarkan sumber pengambilannya dari al qomusl muhith 1/296, dan al
mushabbil manir, 3/112.
[2]
Ibid.
[3]
Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq, Methode dan Strategi Dakwah Islam, Penerjemah
Marsuni Sasaky & Mustahab Hasbullah, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, cet- 1,
hal. 21
[4]
Hadits ini diriwayatkan Abu Daud, Katabul Jihad, Hadits Nomor 2504, 3/22. Juga
oleh An Nasaiy, Ahmad, Al Hakim, Ibnu Hubban, Al Baihaqi, Semua darijalan
Hamad, dari Humaid, dari Anas.
[5]
Ibid, hal. 15
[6]
Op.cit, hal, 22
[7]
Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq, Loc.cit, hal, 21-22
[8]
Lihat M. Quraish Shihab, Memberikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1995, cet, IX;
hal. 396
[9]
Ibid
[10]
Ibid, hal. 397
Comments
Post a Comment